Kamis, 30 Desember 2010

Derivasi dan Infleksi


A.        Apa Konstruksi Morfologis Itu?
Yang dimaksud dengan  konstruksi morfologis ialah konstruksi formatif-formatif dalam kata (Kridalaksana, 1983:92), maksudnya bentukan atau satuan kata yang mungkin merupakan morfem tunggal atau gabungan morfem yang satu dengan yang lain. Bentuk atau satuan yang berupa morfem tunggal disebut konstruksi sederhana, sedangkan bentuk atau satuan yang terdiri atas beberapa morfem disebut konstruksi rumit (Samsuri, 1982:195).
Selanjutnya, Samsuri (1982:195) mengklasifikasikan konstruksi sederhana menjadi dua macam yaitu akar (istilah Ramlan bentuk atau satuan tunggal bebas yang sekaligus merupakan kata); satuan berwujud kecil yang secara morfologis berdiri sendiri, namun secara fonologis bisa mendahului atau mengikuti morfem-morfem lain dengan eratnya yang lazim disebut klitik. Akan sering pula disebut kata morfem. Sedangkan klitik sendiri dapat kita bedakan menjadi proklitik dan enklitik.
Konstruksi rumit merupakan hasil proses penggabungan dua morfem atau lebih. Konstruksi rumit bisa bisa berupa gabungan antara pokok + afiks, seperti ber- + juang pada berjuang; antara akar (ada pula yang menyebutnya dasar atau morfem bebas) + afiks, seperti makan + -an pada makanan; antara pokok kata + akar, seperti semangat + juang pada semangat juang; pokok kata + pokok kata, seperti gelak + tawa pada gelak tawa; dan antara akar + akar, seperti meja + makan pada meja makan.


B.        Derivasi dan Infleksi
Yang dimaksud dengan derivasi ialah konstruksi yang berbeda distribusinya daripada dasarnya, sedangkan infleksi ialah konstruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan bentuk dasarnya (Samsuri, 1982:198; Prawirasumantri, 1986:18). Kita ambil contoh kata menggunting, makanan, dan mendengarkan. Perbedaannya akan terlihat pada kalimat-kalimat berikut.
1) a. Anak itu menggunting kain.
 b. Anak itu gunting rambut. *)
2) a. Makanan itu sudah basi.
    b. Makan itu sudah basi. *)
3) a. Kami mendengar suara itu.
    b. Kami dengar suara itu.
4) a. Saya membaca buku itu.
    b. Saya baca buku itu.
            Berdasarkan empat contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa konstruksi menggunting dan makanan tidak sama distribusinya dengan gunting dan makan. Itu sebabnya kalimat 1b dan 2b tidak ada dalam bahasa Indonesia. Di lain pihak, konstruksi mendengar dan membaca sama dengan konstruksi dengar dan baca. Oleh karena itu, kita dapat mempergunakan kalimat 3a atau 3b dan 4a dan 4b. konstruksi menggunting dan makanan merupakan contoh derivasi, sedangkan konstruksi mendengar dan membaca contoh infleksi.
A. Pendahuluan
Pada abad 19 istilah morfologi sebagai bidang linguistik dipahami sebagai studi tentang perubahan-perubahan secara sistematis tentang bentuk kata yang dihubungkan dengan maknanya (Bauer, 1988:4). Hal itu dapat diambil contoh pasangan-pasangan kata sebagai
berikut:
teach    →     teacher      ‘guru’
preach  →     preacher    ‘pengkhotbah’
ride       →     rider            ‘penunggang’
write     →     writer          ‘penulis’
Pasangan kata di atas tidak hanya dikaji bentuk saja, tetapi juga dikaji bagaimana unit-unit dapat berfungsi untuk mengubah bentuk kata tersebut. Dengan demikian, kajian morfologi berkaitan juga dengan bagaimana proses infleksi dan derivasinya.
Dengan mengetahui pola-pola tata kerja yang berlaku dalam proses pembentukan kata, kajian morfologi dalam suatu bahasa, akan melibatkan kajian tentang afiks sebagai alat pembentuk kata. Dari kajian pola-pola tata kerja inilah akan didapati dua buah jenis afiks yang berbeda, yaitu afiks-afiks infleksional dan afiksafiks derivasional (Brinton 2000: 78). Afiks infleksional adalah afiks yang mampu menghasilkan bentuk-bentuk kata yang baru dari leksem dasarnya, sedangkan afiks derivasional adalah afiks yang menghasilkan leksem baru dari leksem dasar. Misalnya kata reviews dapat dianalisis atas sebuah prefiks re-, sebuah akar view, dan sebuah sufiks -s. Prefiks re- membentuk leksem baru review dari bentuk dasar view, sedangkan sufiks -s membentuk kata yang lain dari leksem review. Jadi prefiks re- bersifat derivasional, sedangkan sufiks -s bersifat infleksional.
Secara umum, makalah ini membahas penerapan morfologi derivasional dan morfologi infleksional. Namun karena gagasan yang berkaitan dengan masalah ini sangatlah berlimpah dari para linguis yang ada di dunia, maka artikel ini membatasi pembahasannya hanya dalam bingkai parameter infleksi dan derivasi dalam perspektif Edi Suboto. Diangkatnya gagasan Edi Subroto yang berkaitan dengan infleksi dan derivasi ini dikarenakan beberapa hal, antara lain: (1) infleksi dan derivasi yang diangkat Edi Subroto berlandaskan pada data dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Jawa sehinga nilai orsinalitasnya begitu kuat, dan (2) pembahasan morfologi Edi Subroto selalu dikaitkan dengan semantik sehingga memiliki gaya yang berbeda dengan nilai komprehensif yang tinggi pula.
B. Dekotomi Morfologi Derivasional dan Morfologi Infleksional
Sebelum memasuki ranah pikiran Edi Subroto tentang morfologi derivasional dan morfologi infleksional, alangkah lebih baiknya andaikata kita bicarakan terlebih dahulu beberapa konsep yang berhubungan dengan pembagian morfologi. Konsep ini sangat penting dibicarakan karena tanpa memahami ini, kita akan kesulitan dalam menggarisbawahi pemikiran Edi Subroto yang berkaitan dengan dua jenis morfologi tersebut.
Bauer (1988:80) menjelaskan gagasannya tetang pendekotomian morfologi dalam bukunya yang berjudul ”Introducing Linguistic Morphology”. Ia menyatakan bahwa morfologi dapat dipilah berdasarkan dua cabang yaitu morfologi derivasional dan morfologi infleksional. Infleksi merupakan bagian dalam sintaksis karena bersifat melengkapi bentuk-bentuk leksem dan derivasi menjadi bagian dari leksis karena menyediakan leksem-leksem baru.
Sejalan dengan gagasan Bauer, Matthews dalam bukunya Morphology: An Introduction to the Theory of Word-Structure (1974) membagi morfologi menjadi dua bidang, yaitu morfologi infleksional (inflectional morphology) dan morfologi leksikal (lexical morphology). Dalam pandangannya, Mathews membedakan antara proses infleksi dengan proses pembentukan kata (word formation) yang mencakup derivasi dan komposisi. Secara eksplisit ia menyebutkan bahwa yang termasuk dalam ruang lingkup pembentukan kata hanya morfologi derivasional (leksikal), sedangkan morfologi infleksional tidak.
Morfologi leksikal mengkaji kaidah-kaidah pembentukan kata yang menghasilkan kata-kata baru yang secara leksikal berbeda (beridentitas baru) dari kata yang menjadi dasarnya. Hal ini berbeda dengan morfologi infleksional yang mengkaji hasil-hasil pembentukan kata yang berasal dari leksem yang sama.
Dekotomi seperti ini membawa konsekuensi bahwa pembahasan utamanya adalah masalah derivasi dan infleksi. Derivasi adalah proses pembentukan kata yang menghasilkan leksem baru (menghasilkan kata- kata yang berbeda dari paradigma yang berbeda); sedangkan infleksi pembentukan kata yang menghasilkan bentukan kata-kata yang berbeda dengan paradigma yang sama. Pembentukan derivasi bersifat tidak dapat diramalkan, sedangkan pembentukan infleksi bersifat teramalkan (predictable). Contohnya verba work, otomatis akan dikenali works, worked, working atau worker → workers (bentukan infleksional yang teramalkan); hal ini berbeda dengan bentukan derivasional dalam kata  do →  doer: dan have →  *haver. Kata  have secara logika seharusnya dapat ditambahkan dengan sufiks –r/-er karena kata do dan have memiliki kelas yang sama (do dan have adalah verba) dan sehingga dapat ditambahi dengan sufiks –r/-er. Namun, aturan do + er ini ini tidaklah berlaku pada kata kerja have karena secara tata bahasa tidak berterima, dan karena itulah kita dapat menyebutkan bahwa proses derivasi adalah proses yang tidak teramalkan (unpredictable).
Perbedaan antara pembentukan secara derivasional dan infleksional juga diuraikan Nida dalam Subroto (1985: 269):
  1. pembentukan derivasional termasuk jenis kata yang sama dengan kata tunggal (yang termasuk sistem jenis kata tertentu) seperti: singer ‘penyanyi’ (nomina), dari verba (to) sing ‘menyanyi’, termasuk jenis kata yang sama dengan boy ‘anak laki-laki’; sedangkan pembentukan infleksional tidak, misalnya: verba polimorfemis walked tidak termasuk  beridentitas sama dengan verba monomorfemis yang mana pun juga dalam sistem morfologi bahasa Inggris.
  2. Secara statistik, afiks derivasional lebih beragam, misalnya dalam bahasa Inggris terdapat afiks-afiks pembentuk nomina: -er, -ment, -ion, -ation, -ness (singer, arrangement, correction, nationalization, stableness), sedangkan afiks infleksional dalam bahasa Inggris kurang beragam (-s (dengan segala variasinya), -ed1, -ed2, -ing: work, worked1, worked2, working).
  3. Afiks-afiks derivasional dapat mengubah kelas kata, sedangkan afiks infleksional tidak
  4. Afiks-afiks derivasional mempunyai distribusi yang lebih terbatas (misalnya: afiks derivasional -er diramalkan tidak selalu terdapat pada dasar verba untuk membentuk nomina), sedangkan afiks infleksional mempunyai distribusi yang lebih luas.
  5. Pembentukan derivasional dapat menjadi dasar bagi pembentukan berikutnya: sing (V) →  singer (N) ) → singers (N), sedangkan pembentukan infleksional tidak.
Di dalam bahasa-bahasa Eropa, utamanya Inggris, pengertian derivasi dan infleksi dapat diterapkan secara konsisten. Misalnya contoh infleksi: books (dari book), stop, stopped, stopping (stop); prettier, prettiest (pretty). Sedangkan derivasi dicontohkan: runner (run), beautify (beauty). Semua bentuk seperti book, jika mendapat sufiks -s (plural), merupakan infleksi, seperti wall → walls, chair → chairs, dsb. Namun, di dalam bahasa Indonesia tidaklah demikian, karena sistem afiks bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Inggris. Contohnya, menggunting termasuk derivasi, sedangkan membaca dan mendengar adalah infleksi. Oleh sebab itu masih merupakan persoalan, apakah pengertian infleksi dan derivasi dapat diterapkan secara konsisten di dalam bahasa Indonesia.
Hal ini sejalan dengan pendapat Subroto (1985:268) yang juga mengungkapkan bahwa ihwal pemisahan antara derivasi dan infleksi memang sudah merupakan persoalan klasik untuk bahasa-bahasa Indo-Eropa yang tergolong bahasa fleksi atau infleksi; namun hal itu tampaknya masih meragukan untuk diterapkan pada bahasa Indonesia yang tergolong bahasa aglutinasi.
A. Pengertian Infleksi dan Derivasi
Infleksi adalah suatu proses penambahan morpheme infleksional kedalam sebuah kata yang
mengandung indikasi gramatikal seperti jumlah, orang, gender, tenses, atau aspek. Dibandingkan
dengan derivasi menghasilkan kata baru dari suatu kata dasar, yang kadang-kadang mengubah
kelas kata seperti perubahan noun menjadi verb.
Morphologi infleksional membahas berbagai bentuk leksem, sedangkan morphologi derivational
berurusan dengan pembentukan leksem baru melalui proses afiksasi.
Derivasi dibagi kedalam dua kategori yaitu derivasi mempertahankan kelas (class maintaining
derivation) dan derivasi perubahan kelas (class changing derivation). Derivasi mempertahanan
kelas adalah derivasi leksem baru yang sama kelasnya dengan basis darimana leksem itu
dibentuk,sedangkan derivasi perubahan kelas menghasilkan leksem yang kelasnya berbeda
dengan basisnya.
Menurut bickford dkk. Morfologi sering dibagi kedalam dua kategori besar, yaitu morphologi infleksional dan morphologi derivasional. Morphologi derivational mengambil satu kata dan mengubahnya menjadi kata yang lain yakni menciptakan entri-entri leksikal baru.
Dipihak lain morfologi infleksional tidak mengubah satu kata menjadi kata yang lain dan tidak
pernah mengubah kategori sintaksis, sebaliknya menghasilkan bentuk lain dari kata yang sama.
Lyons menggunakan istilah ‘leksem’ (lexeme) untuk menyebut istilah ‘kata’, sebagai satuan yang lebih abstrak yang terdapat pada bentuk-bentuk infleksional yang berbeda berdasarkan kaidah sintaksis tertentu.
Matthews membedakan pengertian kata atas beberapa pengertian. Menurut pengertian pertama,
kata ialah apa yang disebut kata fonologis atau ortografis (phonological or orthographical word);
menurut pengertian kedua, kata ialah apa yang disebut leksem (lexeme); dan kata menurut
pengertian ketiga ialah apa yang disebut kata gramatikal (gramatical word).
Kata menurut pengertian yang petama semata-mata berdasarkan atas wujud fonologis atau wujud ortografisnya sedangkan pengertian yang kedua dan ketiga berhubungan dengan konsep derivasi dan infleksi.
Sehubungan dengan pernyataan diatas, secara jelas membagi morphologi kedalam dua bidang,
yaitu morphologi infleksional (infektional morphology), dan morphologi lesikal (leksical
morphology) atau morphologi derivasional (derivational morphologi). Dalam hal ini, Matthews
membedakan antara proses infleksi dan proses pembentukan kata (word-formation).
Morphologi leksikal mengkaji kaidah-kaidah pembentukan yang menghasilkan kata-kata baru
secara leksikal berbeda atau beridentitas baru dibandingkan kata yang menjadi dasarnya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Machand ‘word formation is the branch of the science of language
which studies the pattern on which a language form new lexical units, i.e. word’.
Jadi menurut Merchand pembentukan kata adalah cabang dari bahasa yang mengkaji pola-pola
dimana sebuah bahasa membentuk satuan-satuan leksikal baru yaitu kata. Dengan demikian,
yang relevan pembentukan kata ialah yang termasuk morphologi leksikal atau morphologi
derivasional; sedangkan morphologi infleksional sebenarnya tidak termasuk kedalam
pembentukan kata yang dimaksudkan di sini karena pembentukan itu hanya menghasilkan
bentuk-bentuk kata yang berbeda dari sebuah leksem yang sama.
B. Perbedaa          n antara infleksi dan derivasi
Menurut Nida (1949:99) perbedaan antara infleksi dan derivasi adalah sebagai berikut:
Infleksi
1. Cenderung merupakan formasi luar muncul lebih jauh dari stem ketimbang afiks derivational:
2. Cenderung kurang bervariasi, namun dengan distribusi yang luas.
3. Digunakan untuk mencocokkan kata-kata bagi pemakaian dalam sintaksis, namun tidak
pernah mengubah kelas kata.
4. Kata-kata yang dibentuk melalui infleksi tidak termasuk kelas distribusi yang sama dengan
anggota-anggota yang tidak diinfleksikan dari kelas yang sama.Infleksi relevan sama sintaksis.
5. Paradigma infleksional cenderung dibatasi dengan baik,homogen,dan menentukan kelas-kelas
bentuk mayor.
Derivasi
1. Cenderung merupakan formasi dalam, muncul lebih dekat ke stem ketimbang afiks
infleksional.
2. Cenderung lebih bervariasi, namun dengan distribusi yang terbatas.
3. Digunakan untuk menetapkan kata-kata dalam satu kelas dan umumnya mengubah kelas
kata.
4. Kata-kata yang dibentuk melalui derivasi termasuk kelas distribusi yang sama dengan
anggota-anggota yang tidak diturunkan, Perubahan yang diakibatkan oleh derivasi
relevan. Secara morfologis,
5. Paradigma deivasional cenderung tidak dibatasi dengan baik, heterogen, dan hanya
menentukan kata-kata tunggal

Selain itu Nida juga memberikan uraian perihal perbedaan antara infleksi dan derivasi sebagai
berikut:
1) Pembentukan derivasional termasuk jenis kata yang sama dengan kata tunggal (yang termasuk
sistem jenis kata tertentu) (misalnya,singer ‘penyanyi’ (nominal)), dari verba (to) sing
‘menyanyi’, termasuk kata yang sama dengan kata ‘boy’ (anak laki-laki), sedangkan
pembentukan infleksional tidak (misalnya verba polimerfemis walked tidak termasuk
beridentitas sama dengan verba monomorfemis yang manapun juga dalam system morfologi
bahasa inggris).
2) Secara st atistic, afiks derivasional lebih beragam (misalnya, dalam bahasa inggris terdapat
afiks-afiks pembentuk nominal sepeti: -er.-ment,-ion,-ation,-ness)
(singer,arrangement,correction,nationalization,stableness). Sedangkan afiks infleksional dalam
bahasa inggris kurang beragam (-s (dengan segala variasinya), -ed1, -ed2, -ing: work, worked1,
worked2, working.
3) Afiks-afiks derivasional dapat mengubah kelas kata, sedangkan afiks infleksional tidak.
4) Pembentukan derivasional dapat menjadi dasar bagi pembentukan berikutnya
(sing(v)→singer(n)→singers(n)), sedangkan pembentukan infleksional tidak.
5) Afiks-afiks derivasional mempunyai distribusi yang lebih terbatas (misalnya, afiks
derivasional –er diramalkan tidak selalu terdapat pada dasar verba untuk membentuk nominal),
sedangkan afiks infleksional mempunyai distribusi yang lebih luas.
Berkaitan dengan hal itu, Verhaar menyatakan bahwa semua perubahan afiksasi yang melampaui
identitas kata disebut derivasi, sedangkan yang mempertahankan indentitas disebut infleksi.
Prinsip yang diikuti adalah setiap pembentukan yang menghasilkan jenis kata baru
(pembentukan derivasional) selalu berarti pula perpindahan identitas leksikalnya (menulis (v) →
penulis (n)); tetapi tidak sebaiknya, setiap perpindahan identitas leksikalnya, berarti pula
perpindahan jenis kata. Misalnya, verba berangkat dan memberangkatkan. Verba
memberangkatkan dibentuk dari kata berangkat. Sekalipun kedua kata itu sama-sama termasuk
verba, namun kedua-duanya memiliki identitas leksikal yang berbeda.verba berangkat termasuk
intransitif, sedangkan memberangkatkan termasuk transitif. Karena identitas leksikalnya berbeda
maka referensinya juga berbeda. Hal serupa juga dapat dilihat pada contoh lurah → kelurahan
atau professor → professorship. sekalipun kata-kata lurah atau kelurahan serta professor atau
professorship sama-sama termasuk nominal, namun kata-kata ini memiliki identitas leksikal
yang berbeda. Hal itu diketahui berdasarkan tes dekomposisi leksikal sebagaimana diusulkan
Verhaar atau berdasarkan penguraian fitur semantiknya. Uraian yang diberikan Verhaar Itu pada
dasarnya bersesuaian dengan uraian yang diberikan oleh Bauer dan Matthews.
Bauer dan Matthews melengkapi uraiannya dengan seperangkat criteria operasional untuk
membedakan derivasi dengan infleksi. Bauer mengatakan bahwa derivasi adalah prose

morfemis yang menghasilkan leksem baru,sedangkan infleksi adalah proses morpemis yang
menghasilkan bentuk-bentuk kata yang berbeda dari sebuah leksem yang sama. Atau, menurut
rumusan Marchand, morfem afiks infleksional membentuk bentuk-bentuk kata yang berbeda dari
sebuah kata yang sama, tidak membentuk sebuah leksikal baru. Dengan demikian, afiks
infleksional tidak relevan bagi pembentukan kata. Dengan rumusan lain,pembentukan
infleksional menghasilkan bentuk-bentuk kata yang berbeda dalam satuan paradigma. Sedangkan
pembentukan derivasional menghasilkan kata dengan paradigma yang berbeda. Hal ini dapat
dicontohkan sbb:
(I) work
(He) works
(They) worked 1
(I have) worked2
(He is) working
Bentuk-bentuk work, works, worked, working adalah bentuk-bentuk yang berbeda dari leksem
yang sama, yaitu WORK (leksem dilambangkan/dituliskan dengan huruf besar). Morfologi yang
berkaitan dengan bentuk-bentuk kata tersebut termasuk infleksional. Dari leksam WORK dapat
dibentuk leksem baru WORKER yang termasuk nomina. Pembentukan dari kata WORK →
WORKER itu disebut derivasional. Jadi, berdasakan kaidah-kaidah gramatikal yang teramalkan
dapat dinyatakan bahwa leksem WORK dapat berwujud work, works, worked1, worked2, atau
working. Demikian pula dari leksem WORKER dapat diramalkan hadirnya bentuk-bentuk kata
worker dan workers seperti halnya dari leksem boy dapat diramalkan hadirnya bentuk-bentuk
kata boy dan boys. Jadi, paradigma seperti work, works, worked1, worked2, working atau
paradigma seperti worker, workers masing-masing termasuk paradigma infleksional. Bedanya,
yang pertama terdapat dalam paradigma verba dan yang kemudian terdapat dalam paradigma
nomina.
Ciri keteramalan atau yang bersifat otomatis pada pembentukan infleksional sangat ditekankan
baik oleh Aronoff maupun Bauer. Maksudnya, setiap dasar verba bahasa inggris akan mengalami
paradigma infleksional seperti pada leksem WORK tersebut sekalipun secara permukaan
bentuknya bervariasi. Hal serupa dapat dijumpai pada bahasa Indonesia. Setiap dasar V yang
termasuk transitif diramalkan memiliki bentuk-bentuk meng-D, di-D, kau-D, kadang-kadang ter-
D (D:dasar) berdasarkan kaidah yang dapat diterangkan. Misalnya dasar pukul atau tulis
diramalkan memiliki bentuk-bentuk kata:
(Saya) memukul (dia) atau menulis (surat)
(Saya) dipukul (-nya) atau (surat) ditulis (-nya

(Dia) kupukul atau (surat) kutulis
(Dia) kaupukul atau (surat) kautulis.
Munculnya bentuk memukul/menulis adalah kalau subjek (S) berperan pelaku (agen) atau
kalimat itu berfokus pelaku; munculnya bentuk dipukul/ditulis atau kaupukul/kautulis manakala
S berperam bukan sebagai pelaku atau barangkali sebagai pasien (berfokus pasien). Munculnya
bentuk ku-D adalah manakala pelaku adalah orang pertama, bentuk kau-D manakala orang kedua
dan munculnya di-D manakala pelaku perbuatan netral terhadap orang pertama atau orang kedua.
Munculnya bentuk ter-D bersifat tak teramalkan karena kendala semantic.
Berbeda dari pembentukan infleksional pembentukan derivasional bersifata tak teramalkan.
Bagaimanapun juga diakui sifat idiosinkretis (keanehan-keanehan, tak pasti) pada pembentukan
derivasional. Misalnya, meskipun terdapat pola pembentukan WORK: WORKER, WRITE:
WRITER, SPEAK: SPEAKER tetapi tidak terdapat AGREE; *AGREER. Demikian pula
terdapat keanehan semantic pada pembentukan derivasional. Misalnya, kata worker disamping
berarti ‘orang yang bekerja’ juga dapat berarti ‘buruh, karyawan’.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa setiap proses morfologis yang
menghasilkan kata yang secara leksikal beridentitas baru dianggap sebagai pembentukan
derivasional. Misalnya, kata-kata penulis, tulisan,dan penulisan yang memiliki morfem dasar
tulis harus dimasukkan sebagai pembentukan derivasional berdasarkan referennya maupun
berdasarkan vitur-vitur semantiknya.
Selain itu ada tiga perbedaaan penting lainnya antara infleksi dan derivasi. Perbedaan pertama
menyangkut produktivitas. Morfologi infleksional sangat produktif, sedangkan morfologi
derivasional tidak produktif. Hal ini menunjukkan bahwa jika kita mengambil afiks imfleksional
yang biasanya muncul dengan verba, maka kita dapat menambahkannya kepada kata-kata yang
baru dibentuk atau dipinjam.
Di pihak lain, afiks derivasional tak dapat dibangun dengan keumuman yang seperti ini.
Sesungguhnya afiks derivasionl sering tak dapat digunakan bahkan pada kata-kata yang telah
berada dalam bahasa itu selama berabad-abad. Tentu saja, beberapa afiks derivasional lebih
produktif dari afiks yang lainnya. Sufiks –er misalnya, dalam bahasa inggris lebih produktif.
Perbedaaan lain adalah bahwa afiks derivasional sering memiliki makna leksikal, sedangkan
afiks infleksional biasanya memiliki makna gramatikal. Misalnya, makna –er dalam bahasa
inggris dapat diungkapkan sebagai ‘seorang yang…’, tetapi makna –ed harus dinyatakan dengan
istilah teknis ‘past tense’.
Perbedaan ketiga antara infleksi dan derivasi ialah bahwa imfleksi bianyasanya disususun ke dalam suatu paradigma, sedangkan derivasi tidak. Berikut dikemukakan contoh dalam bahasa Spanyol.
Tunggal Jamak
Orang pertama ando andames
Orang kedua andas andais
Orang ketiga anda andan
Ada dua kategori gramatikal yang terdapat dalam paradigma ini, yaitu, person (orang) dan
jumlah. Karena setiap bentuk dinyatakan dengan kombinasi orang dan jumlah. Maka kedua kategori gramatikal memungkinkan kita mengklasifikasikan keenema bentuk itu dengan cara yang sistematis. Inilah hakikat paradigma: terdiri atas himpunan bentuk yang diklasifikasikan secara silang melalui himpunan kategori gramatikal.
Kasifikasi silang bentuk-bentuk dalam paradigma adalah ciri morfologi infleksional, bukan ciri morfologi derivasional. Morfologi derivasional mengelompokkan kata-kata kedalam pasangan- pasangan namun tidak pernah kehimpunan-himpunan yang lebih besar.


Sekilas Tentang Linguistik Umum


1.Pengertian Linguistik Umum.
Secara umum linguistic adalah bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya .
Linguistik berasal dari bahasa latin yaitu lingua adalah bahasa ,sedangkan istilah dari prancis linguistik adalah linguistique ,dari bahasa inggris adalah linguistics.
Pakar linguistic di sebut juga Linguis .

2. Ciri-ciri Keilmuan Linguistik.
Ristal menyimpulkan bahwa Linguistik mempunyai 3 ciri yaitu:
a. Eksplisit
Adalah jelas, menyeluruh, tidak mempunyai dua makna, pasti / konsisten.
Contoh:
Men+sikat=menyikat
Men+sapu=menyapu
b. Sistematis
Adalah berpola dan beraturan.
c. Objektif
Adalah sesuai keadaan atau apa adanya.

3. Hakikat Linguistik.
Ferdinan Dee Sanssure (Prancis)di anggap sebagai pelopor linguistic modern.
Bukunya yang terkenal adalah Cours de linguistique generale (1916).
Beberapa istilah yang digunakan olehnya adalah yang digunakan dalam linguistic, yaitu:
1) Language.
Adalah satu kemampuan berbahasa yang ada pada setiap manusia yang sifatnya pembawaan.
2) Langue.
Adalah mengacu pada suatu sitem bahasa tertentu yang ada dalam benak seseorang.
3) Parole.
Adalah ujaran yang di ucapkan atau di dengar oleh kita.

4. Perbedaan Linguistik Umum dan Linguistik Spesifik.
Linguistik umum adalah ilmu yang tidak mengkaji sebuah bahasa saja.
Linguistik spesifik adalah ilmu yang hanya mempelajari / mengkaji sebuah bahasa saja.

5. Jenis-Jenis Linguistik.
a) Jenis-Jenis linguistik berdasarkan pembidangannya.
1. Linguistik umum / general linguistics.
Adalah ling yang merumuskan secara umum semua bahasa manusia yang bersifat alamiah.
2. Linguistik terapan (Applied Linguistik).
Adalah ditujukan untuk menerapkan kaidah-kaidah linguistik dalam kegiatan praktis , seperti dalam pengajaran bahasa, terjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya.
3. Linguistik teoritis.
Adalah hanya ditujukan untuk mencari atau menemukan teori-teori linguistik belaka.
b) Jenis-jenis linguistik berdasarkan telaahnya.
1. Linguistik Mikro.
Adalah struktur internal bahasa itu sendiri, mencakup struktur fonologi, morpologi, sintaksis dan leksikon.
2. Linguistik Makro.
Adalah bahasa dalam hubungannya dengan factor-faktor di luar bahasa, seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolilinguistik dan dialektologi.
c) Jenis-jenis linguistik berdasarkanpendekatan objek.
1. Linguistik Deskriptif.
Adalah linguistik yang hanya menggambarkan bahasa apa adanya pada saat penelitian dilakukan.
2. Linguistik Perbandingan.
Adalah jenis linguistic yang membedakan 2 bahasa atau lebih pada waktu yang berbeda.
3. Linguistik Kontrastif.
Adalah jenis linguistic yang membedakan 2 bahasa atau lebih pada waktu tertentu.
4. Linguistik Singkronis.
Adalah jenis linguistic yang mempelajari 1 bahasa pada satu waktu.
5. Linguistik Diakronis.
Adalah jenis linguistic yang mempelajari 1 bahasa pada satu waktu yang berbeda.
d) Jenis-jenis linguistik adanyadisebut linguistik sejarah dan sejarah linguistik.
1. Linguistik Sejarah
Adalah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
2. Sejarah Linguistik.
Adalah mengkaji perkembangan ilmu linguistic, baik mengenai tokoh-tokohnya, aliran-alirannya, maupun hasil-hasil kerjanya.

6. Tataran Linguistik.
Dibagi menjadi 4 bagian:
1. Fonologi.
Adalah cabang ilmu linguistik yang mengkaji banyak bahasa, ciri-ciri bahasa, cara terjadinya dan fungsinya sebagai pembeda makna.
Kajian fonologi adalah fonem.
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna.
2. Morfologi.
Adalah cabang ilmu yang mempelajari seluk beluk proses pembentukan tata dan perubahan makna kata.
Morpen adalah bentuk bahasa yang dapat di potong-potong menjadi bagian yang lebih kecil.
Morfologi dibagi 3, yaitu:
a. Kata adalah satuan gramatikal bebas yang terkecil.
b. Sistem adalah satuan dramatic yang berdiri sendiri.
c. Morpen.
3. Sintaksis.
Adalah ilmu yang mempelajari tata kalimat.terdiri dari:
1. Wacana.
Adalah suatu wacana yang lengkap, merupakan suatu gramatikal tertinggi dalam hierarki gramatikal.
2. Kalimat.
Adalah suatu sistaksis yang terdiri dari konstitun dasaqr, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan dan disertai intonasi final.
3. Klausa.
Adalah satuan sintaksis berbentuk rangkaian kata-kata yang berkonstruksi predikatif.
4. Frase.
Adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih dan tidak mempunyai unsure predikat.
4. Semantik.
Adalah ilmu yang mempelajaari makna bahasa.

7. Sifat-sifat Bahasa ,terdiri dari:
1. Bahasa itu adalah sebuah system
2. Bahasa itu berwujud lambing.
3. Bahasa itu berupa bunyi.
4. Bahasa itu bersifat arbitrer.
5. Bahasa itu bermakna.
6. Bahasa itu bersifat konvensional.
7. Bahasa itu bersifat unik.
8. Bahasa itu bersifat universal.
9. Bahasa itu bervariasi.
10. Bahasa itu bersifat dinamis.
11. Bahasa itu bersifat produktif.
12. Bahasa itu bersifat manusiawi.

8. Hakikat Bahasa .
Bahasa adalah ujaran yang bermakna.sedangkan hakikatbahasa adalah ujaran yang sebenarnya yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.


9. Unsur-Unsur Bahasa.
Terdiri dari:
1. Unsur bentuk, terdiri dari :
a. Bahasa lisan (objek primer)
b. Bahasa tulisan (objek sekunder)
2. Unsur makna.

10. Aliran-Aliran Linguistik
Studi linguistik telah mengalami tiga tahap perkembangan, yaitu dari tahap pertama
disebut tahap spekulasi, merupakan pernyataanpernyataan
tentang bahasa tidak
didasarkan pada bukti empiris, melainkan pada dongeng atau cerita rekaan belaka. Tahap
kedua disebut tahap observasi dan klasifikasi, dimana para ahli bahasa mengadakan
pengamatan dan penggolongan terhadap bahasabahasa
yang diselidiki, tetapi belum
sampai pada merumuskan teori. Karena itu, perkerjaan mereka belum dapat dikatakan
bersifat ilmiah. Penyelidikan bersifat ilmiah dilakukan pada tahap ketiga, dimana bahasa
yang diteliti itu bukan hanya diamati dan di klasifikasi, tetapi juga dibuatkan teoriteorinya
Sejarah linguistic yang sangat panjang telah melahirkan berbagai aliran-aliran linguistic.
Masing-masing aliran tersebut memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang bahasa sehingga melahirkan berbagai tata bahasa.
Aliran linguistic terdiri dari :
A. Aliran tradisional..
a. Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan sematik,
sedangkan tata bahasa struktural berdasarkan struktur atau cirriciri
formal dalam
suatu bahasa tertentu.
b. Dalam merumuskan kata kerja tata bahasa tradisional mengatakan kata kerja
adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian, sedangkan tata bahasa
struktural menyatakan kata kerja adalah kata yang berdistributif dengan fase
“dengan…”.
1.Linguistik Zaman Yunani
Studi bahasa pada zaman Yunani lebih kurang abad ke5
S.M sampai kurang abad
ke2
M. jadi, kurang lebih sekitar 600 tahun.masalah pokok kebahasaanyang menjadi
pertentangan para linguis adalah :
a. Pertentantangan antara fisis (bersifat alamiah) dan nomos (bersifat konvensi).
b. Pertentangan antara anomali dan analogi.

.Pertentangan analogi dan anomali menyangkut masalah bahasa itu sesuatu yang
teratur atau tidak teratur. Kaum analogi, antara lain Plato dan Aristoteles, berpendapatbahwa bahasa itu bersifat teratur. Karena adanya keteraturan itulah orang dapat menyusun tata bahasa.Dari keterangan diatas tampak bahwa kaum anomali sejalan dengan kaun naturalis,dan kaum analogi sejalan dengan kaum konvensional. Pertentangan kedua kelompok itu,anomali dan nalogi masih berlangsung sampai sekarang,terutama jika orang berbicaramengenai filsafat bahasa.
Berikut ini beberapa nama kaum atau tokoh yang mempunyai peranan besar dalam
studi bahasa pada zaman Yunani
1 Kaum Sophis
Kaum sophis munculpada abad ke5
S.M. Mereka dikenal dalamstudi bahasa,antara
lain, karena mereka melakukan kerja secara empiris, secara pasti menggunakan ukuranukuran
tertentu, sangat mementingkan bidang retorika, membedakan tipetpie
kalimat
berdasarkan isi dan makna. Ada dua tokoh Sophis yaitu Protogoras dan Georgias.
2 Plato (429 329
S.M)
Dalam studi bahasa dikenal karena :
1. Memperdebatkan analogi dan anomali dalam bukunya “Dialog”. Juga
mengemukakan masalah bahasa alamiah dan bahasa konvensianal,
2. Menyodorkan batasan bahasa yang bunyinya bahasa adalah pernyataan pikiran
manusia dengan perantaraan onomata dan rhemata.
3. Merupakan orang yang pertama kali membedakan kata dalam onomata dan
rhemata.
3 Aristoteles (384 – 322 S.M)
Aristoteles adalah salah seorang murid Plato. Dalam studi bahasa dia terkenal karena
menambahkan satu kelas kata yang telah dibuat gurunya, yaitu dengan syndesmoi. Jadi,
ada 3 kelas kata, yaitu onoma, rhema dan syndesmoi. Selanjutnya membedakan jenis
kelamin kata ( gender) mejadi 3 yaiti maskulin, feminim dan neutrum.
4 Kaum Stoik
Kaum Stoik adalah kelompok ahli filsafat yang berkembang pada permulaan abad
ke4
S.M. Mereka terkenal karena membedakan studi bahasa secara logika dan tata
bahasa, menciptakan istilahistilah
khusus untuk studi bahasa, membedakan 3 komponen
utama dari studi bahasa, membedakan kegein dan propheretal, membagi kata menjadi 4
yaitu kata benda, kata kerja, syndeS.Moi dan athoron, terakhir membedakan adanya kata
kerja komplet dan takkomplet, serta kata kerja aktif dan pasif.
5 Kaum Alexandrian
Kaum Alexsandrian menganut paham analogi dalam studi bahasa. Mereka
mewariskan sebuah buku tata bahasa yang desebut Tata Bahasa Dionysius Thrax sebagai
hasil penyelidikan kereguleran bahasa Yunani. Buku ini lahir lebih kurang tahun 100 S.M
dan diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Remmius Palaemon dengan judul Ars
Grammatika.

2.Zaman Romawi
Studi bahasa pada zaman Romawi merupakan kelanjutan dari zaman Yunani, sejalan
dengan jatuhnya Yunani, dan munculnya Kerajaan Romawi. Tokoh pada zaman Romawi
yang terkenal, antara lain, Varro (11627
S.M.) dengan karyanya De Lingua Latina dan
Priscia dengan karyanya Institutiones Grammaticae.
  1.1 Varro dan “De Lingua Latina
Dalam buku De Lingua Latina, Varro membagi buku ini ke dalam tiga bidang, antara
lain:
a. Etimologi, adalah cabang linguistik yang menyelidiki asal usul kata beserta
artinya,
b. Morfologi, adalah cabang linguistik yang mempelajari kata dan pembentukannya,
c. Sintaksis, bidang sintaksis membicarakan hal yang disebut oratio, yaitu tata susun
kata yang berselaras dan menunjukkan kalimat itu selesai.
  1.2 Institutiones Grammaticae atau Tata Bahasa Priscia
Dalam sejarah studi bahasa, buku Tata Bahasa Priscia dianggap sangat penting
karena:
a. Merupakan buku Tata Bahasa Latin paling lengkap yang dituturkan oleh
pembicara aslinya,
b. Teoriteori
tata bahasanya merupakan tonggaktonggak
utama pembicaraan
bahasa secara tradisional.
Akhirnya dapat dikatakan bahwa buku Institutiones Gramaticae ini telah menjadi
dasar Tata Bahasa Latin dan filsafat zaman pertengahan.
3 Zaman Pertengahan
Studi bahasa pada zaman pertengahan di Eropa mendapat perhatian oleh para filsuf
Skolastik, dan bahasa Latin menjadi Lingua Franca, karena dipakai sebagai bahasa
gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan.
4 Zaman Reanisans
Zaman Reanisans dianggap sebagai zaman pembukaan abad pemikiran abad moderen
karena menguasai bahasa latin serta sarjanasarjananya
menguasai bahasa Yunani, bahasa
Ibrani dan bahasa Arab.
5 Menjelang Lahirnya Linguistik Moderen
Masa antara lahirnya linguistik moderen dengan masa berakhirnya zaman reanisans
ada satu tonggak yang dianggap pentingyaitu dinyatakannya adanya hubungan
kekerabatan antara bahasa sansekerta dengan bahasabahasa
Yunani, Latin dan bahasabahasa
Jerman lainnya.

B. Linguistik Strukturalis
Linguistik strukturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau
sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Pandangan ini sebagai akibat dari konsep atau
pandangan baru terhadap bahasa dan studi bahasa yang dikemukakan oleh Bapak
Linguistik Modern, yaitu Ferdinand de Saussure.
1 Ferdinand de Saussure
Ferdinand de Saussure (18511913)
dianggap sebagai Bapak Linguistik Moderen
berdasarkan pandanganpandangan
yang dimuat dalam bukunya Course de Linguistique
Generale.
2 Aliran Praha
Aliran Praha terbentuk pada tahun 1926 atas prakarsa Vilem Mathesius (18821945).
Tokoh lainnya Nikolai S. Trubetskoy, Roman Jakobson, Morris Halle. Pengaruh mereka
sangat besar dalam bidang Fonologi. Di bidang Fonologi aliran Praha dengan tegas
membedakan fonetik dan fonologi. Fonetik mempelajari bunyibunyi
itu sendiri, sedang
gonologi mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam suatu system.
3 Aliran Glosematik
Aliran Glosematik lahir di Denmark, tokohnya Louis Hjemslev (18991965),
yang
meneruskan ajaran Ferdinand de Sassure . Namanya terkenal karena usahanya untuk
membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri, bebas dari ilmu yang alin,
dengan peralatan, metodologis dan terminologis sendiri. Hjemsev menganggap bahasa
sebagai suatu system hubungan, dan mengakui adanya hubungan sintagmatik dan
hubungan paradigmatik.
4 Aliran Firthian
John R. Frith (18901960)
guru besar Universitas London terkenal dengan teorinya
mengenai fonologi prosodi . karena itulah, aliran yang dikembangkanya dikenal dengan
nama aliran Prosodi, aliran Frith, atau Aliran Frithian, atau Aliran London.
Fonologi Prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis.
5 Linguistik Sistemik
Tokoh dari aliran Linguistik Sistematik Yaitu M.A.K Halliday, seorang murid Frith
yang mengembangkan teori Frith mengenai bahasa, khususnya berkenaan dengan segi
kemasyarakatan bahasa.
6 Leonard Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Leonard Bloomfield (18771949)
terkenal dengan bukunya yang berjudul Language
dan selalu dikaitkan dengan aliran struktural Amerika. Aliran ini berkembang pesat di
Amerika pada tahun tigapuluhan sampai akhir tahun lima puluhan.
7 Aliran Tagmemik
Aliran Tagmemik dipelopori oleh Kenneth L. Pike, seorang tokoh dari Summer
Institute of Linguistics, yang mewarisi pandangan Bloomfield, sehingga aliran ini bersifat
strukturalis, tetapi juga antropologis.

C Linguistik Transformasional dan AliranAliran
Sesudahnya
Orang merasa model struktural mempunyai banyak kelemahan, sehingga mencoba
merevisi model struktural yang agak beda meski masih banyak persamaannya dengan
model struktural semula. Perubahan total terjadi dengan lahirnya linguistic
transformasional.
1 Tata Bahasa Transformasi
Dalam bahasa Indonesia, tata bahasa transformasi disebut juga dengan tata bahasa
generatif. Lahir dengan terbitnya buku Noam Chomsky yang berjudul Syntactic Stuktur
pada tahun 1957.
2 Semantik Generatif
Kelompok Lakoff terkenal dengansebutan Kaum Semantik generatif. Mereka
memisahkan diri karena ketidakpuasan terhadap teori guru mereka Chomsky.
3 Tata Bahasa Kasus
Tata bahasa kasus atau teoripertama kali diperkenlkan oleh Charles J. Fillmore dalam
karangannya berjudul “The Case for Case” tahun 1968.
Persamaan antara teori semantik generatif dengan teori kasus yaitu samasama
menumpukkan teorinya pada predikat atau verba.
4 Tata Bahasa Relasional
Tata bahasa relasional muncul pada tahun 1970an
sebagai tantangan langsung
terhadap asumsi teori sintaksis yang dicangkan oleh aliran tata bahasa transformasi.
Tokohtokoh
aliran ini, David M. Perlmutter dan Paul M. Postal.

11.Syarat-syarat tata bahasa yaitu :
a. Kalimat yang di hasilkan oleh kata bahasa itu harus diterima oleh pemakai bahwa kalimat tersebut sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
b. Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa sehingga satuan atau istilah yang di gunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan semuanya harus sejajar dengan teori linguistic tertentu